Pemberlakuan MEA diprediksi bisa meningkatkan pertumbuhan Properti

Sektor properti diyakini akan mulai bergairah kembali, hal ini berkaitan dengan berlakunya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2016, membaiknya ekonomi dan implementasi paket deregulasi.

Diprediksi pergerakan masuk dan keluar tenaga kerja asing (ekspatriat) akan mengalami peningkatan sehingga mendorong kebutuhan hunian di segmen menengah atas.

MEA yang menitikberatkan pada peningkatan bisnis di antara negara-negara ASEAN akan mendorong pergerakan produk barang, jasa, investasi dan tenaga kerja secara bebas.

Hunian menengah ke atas akan menjadi salah satu sub-sektor properti yang berpotensi menikmati dampak positif pemberlakuan MEA.

Diperkirakan tenaga kerja asing akan mendorong meningkatnya kebutuhan tempat tinggal yang disesuaikan dengan tingkat ekonomi dan kualitas hidup ekspatriat.

Sektor properti juga dipercaya dapat bertumbuh mulai tahun 2016 seiring dengan membaiknya ekonomi nasional dan implementasi deregulasi paket kebijakan.

Faktor pemicu pertumbuhan ialah deregulasi sejumlah kebijakan ekonomi yang terkait dengan properti seperti penyederhanaan perizinan, percepatan waktu dan pemangkasan biaya sertifikasi lahan untuk perumahan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), serta berbagai keringanan perpajakan.

Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) pun sudah meningkatkan anggaran subsidi pembangunan rumah dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016. Adapun alokasi dana FLPP naik menjadi Rp9,3 triliun dibandingkan pada 2015 sebesar Rp5,1 triliun.

Kelas menengah di Indonesia dinilai seorang praktisi sebagai penggerak sekaligus potensi unggulan industri properti ketika memasuki pasar persaingan terbuka, khususnya Masyarakat Ekonomi ASEAN mulai akhir tahun ini.

“Kelas menengah saja saat ini sudah berjumlah 45.662.000 jiwa. Angka ini bahkan diprediksi akan melesat hingga menembus 80.274.000 jiwa pada 2020. Ini yang akan jadi penggerak, sekaligus pasar,” kata CEO Property Guru Group, Steve Melhuish seperti dikutip dari Antara, Kamis (10/12/2015).

Selain itu, katanya, di antara kelas menengah itu, ada potensi unggulan lain yakni populasi usia muda sekitar 20 tahunan yang sangat besar.

“Mereka baru pertama kali bekerja (first jobber), dan dalam waktu dekat akan menjadi bagian dari kelas menengah yang menggerakkan industri properti Indonesia,” ujar Steve.

Dengan demikian, lanjut Steve, pada masa depan, mereka akan membuat para pelaku industri, seperti pengembang dan agen, sibuk karena kebutuhan properti yang semakin tinggi.

Sementara itu, separuh dari sekitar 250 juta penduduk Indonesia tinggal di perkotaan. Pada 2020, diperkirakan 68 persen dari populasi akan tinggal di kota dan jumlahnya meroket 82 persen pada 2045.

“Tren inilah yang akan menggerakkan roda industri properti untuk menjawab kebutuhan tempat tinggal di kota-kota besar ASEAN, termasuk Jakarta, Surabaya, Medan, dan Makassar,” kata Steve.

Tinggalkan komentar